![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJHyld0hI4gSJYUO8DSg3gdXnpqDAYwbn5Uwh-sTMtU7jEkdeuuLEbI64zccMqs4SGO2hyCPxOjmPn24KJzwvlhGMjecin0SMsylAmAUNUiQ7ixG4dqpG2TQMJdk-KeJfXMeMHbrEzVB3p/s320/tarung2%255B1%255D.JPG) |
Gambar Ilustrasi, Sumber : satyawinnie.com |
Saat itu,
jarum jam terpendek menunjuk angka sembilan. Detik jam berdetak, hingga
suaranya lambat laun tak terdengar. Semua gerakan, gesekan, hingga dentuman
tidak terlihat bahkan tak terdengar olehku yang saat itu termenung. Saya duduk
di sebuah kursi coklat yang berhadapan dengan meja yang tak cukup besar
ukurannya. Terdapat laptop, kertas, hingga pena diatasnya. Meja itu biasanya
digunakan pada saat malam hari untuk mengikat segala kesibukan siang hari ke
dalam sebuah laporan-laporan kerjaku.
Percikan air
terlihat menabrak kaca jendela yang tepat berhadapan denganku. Banyak
titik-titik air yang menempel di jendelaku. Hingga terjatuh secara bergantian
bahkan bersama-sama. Hujan memang terkadang tidak menyenangkan, bintang di
langit yang gelap tidak muncul akibatnya. Bahkan bulan sabit yang jelas-jelas
tersenyum saat setelah purnama, hilang dibuat olehnya. Beberapa orang setuju
itulah prilaku hujan yang dapat merusak keindahan malam.
Dari jendela,
tersamar-samar saya melihat dua
sejoli sedang berteduh seakan takut akan
air hujan. Lelaki itu berdiri tepat dibelakang wanita yang sedang duduk diatas
sepeda motor. Mereka seperti bertengkar. Hingga saya mencoba untuk menguping
pembicaraan kedua sejoli itu.
“kamu toh,
tidak bawa mantel jadi begini kan kita
tidak bisa jalan” celetuk si wanita itu.
Wajah wanita
itu terlihat cemberut, hingga ia tidak mau tahu keadaan sekelilingnya
bagaimana. Ia masih sibuk melihat kebawah sambil memainkan handphonenya. Entah
apa yang sedang diketiknya atau yang sedang ia mainkan yang pasti ia merasa
sangat kesal sekali kepada lelaki itu. Sedangkan lelaki itu terlihat enggan
pula mengajak bicara si wanita itu. Ia terlihat seperti gengsi ingin mengatakan
sesuatu.
“bagaimana ni,
sudah jam segini kita belum pulang juga. Apa kata orang rumah kalau saya pulang
selarut ini. Kamu sih enak, antar saya terus pulang. Saya? pasti dimarahin sama orang rumah kalau pulang
selarut ini” si wanita tersebut masih
saja merasa kesal, meceletuk semua kata-kata yang mungkin tidak akan membuatnya
merasa lega. Sambil terus memainkan handphonenya.
Si lelaki
tidak lagi membelakangi tubuh si wanita itu. Ia mulai mendekati wanita
tersebut, terlihat membujuk dan tersenyum kepada wanita itu. “maafin saya yah,
abisnya beneran saya tidak tau kalo kejadiannya kaya gini, coba saja saya punya kekuatan memprediksi cuaca pasti saya
tau kapan hujan dan kapan tidak hujan”.
“jadi bagaimana
dong sekarang. saya takut dapat marah
dari mama karena belum pulang-pulang”. Jawab wanita itu.
“yaaa kamu
tenang saja, nanti saya bilang sama mama kamu kalo tadi kita itu sudah mau
pulang, Cuma ternyata malah hujan jadi ya berteduh dulu. Ketimbang kamu nanti sakit
kalau kita hujan-hujanan?” si lelaki seperti memegang tangan wanita itu sembari
menenangkannya agar tidak merajuk lagi.
Saat ini,
wanita itu pun membalikan badannya menghadap ke arah lelaki itu. “emang kamu
berani ketemu sama mama saya?” jawab wanita itu terlihat luluh atas bujukan si
lelaki itu.
“hahahaha. .
. ya kita lihat saja nanti, mama kamu
masih manusiakan? Makannya masih nasi juga kan?” canda si lelaki itu.
“ya iyalah,
dasar kamu ini. Tidak mungkin lah mama
saya hantu, masa bisa melahirkan manusia cantik kaya saya ini”. Balas canda
wanita itu.
Begitulah
sebuah hubungan, sedetik mengalami pertengkaran. Di detik kemudian terlihat
rukun layaknya tidak terjadi suatu permasalahan. Terkadang ketika mengerti
bagaimana sifat pasangan kita, maka akan terasa cepat pula kita mengendalikan
suasana. Lelaki tersebut saat ini berhadapan sambil saling memegang kedua
tangan si wanita itu, seperti layaknya film percintaan.
“eh, kita ini
sudah berhubungan berapa lama sih?” tanya si lelaki itu.
“emm. . .
kayanya sudah hampir tujuh bulan deh kita ini berhubungan”. Jawab wanita itu.
“kamu yakin
tidak, kalo kita sudah hujan-hujanan sebanyak tujuh belas kali, maka hubungan
kita akan langgeng. Percaya kan?” si lelaki itu terlihat meyakinkan wanita itu.
“hahaha. . .
mulai deh buat mitos sendiri. Ada-ada saja ya pemikiran kamu ini, kadang
kata-kata kamu tidak di sangka-sangka bisa romantis kaya itu” celetuk wanita
itu.
“yeee. . .
kita buktikan saja deh kalo kamu tidak percaya. Beneran!. Saya kan punya ilmu
kebatinan. Jadi saya bisa memprediksi hubungan kita” jawab lelaki itu.
“ iya. . iya
. . amin deh mudah-mudahan saja begitu” doa si wanita itu.
Saya berfikir pada saat melihat mereka, dan
menyimpulkan bahwa kata-kata lelaki itu sepertinya hanya pembelaan. Lelaki itu memasuki pemikiran si wanitu itu untuk
membuktikan perkataannya. Maka mereka harus melalui hujan yang ketujuh belas
untuk tahu benar atau tidak perkataan laki-laki itu. Ah terkadang kegombalan
lelaki memang tidak dapat di mengerti oleh wanita. Mereka hanya merasa senang
ketika lelaki memuji mereka atau meninggikan mereka tanpa memikirkan apa motif
lelaki tersebut berkata romantis. Saya tak suka bersikap romantis, namun terkadang
saya tidak sadar melakukan hal yang romantis.
Hujan tak
kunjung juga reda. Lelaki itu bergerak mondar-mandir di hadapan wanita yang
duduk di atas sepeda motor itu. “kamu kenapa sih, kok daritadi mondar-mandir saja?
Kan harusnya saya yang gelisah karena tidak bisa pulang” tanya wanita itu.
“tidak
apa-apa kok, saya mau buktiin saja ketika hujan ada juga kok orang yang tidak akan bengong kaya saya ini” jawab si
lelaki itu.
Dengan
memasang raut kebingungan wanita itu bertanya “apa sih saya tidak mengerti,
maksud dari omongan kamu itu bagaiman?”
“itu tadi,
kamu perhatiin tidak? Kenapa ketika hujan kok orang-orang pada bengong ya?
Kadang ujan ini bisa membuat orang berhalusinasi sampe-sampe mereka kebanyakan
bengong” jelas si lelaki itu.
“eh iya juga ya, sayabaru sadar. Saya juga kalo
ujan itu memang bengong sih. Walaupun ada kawan di samping kita, tapi tetep
bengong juga sih” jawab wanita itu sambil tersenyum dia menjelaskan kembali
“mungkin karena hujan itu berisik, makanya kebanyakan daripada orang-orang
saling ngobrol tidak kedengeran. Ya mending diam saja sendiri”.
“kalo
menurutku sih seperti itu. Kalo menurutku sih ya, mungkin karena suasanya itu
bener-bener mendukung untuk orang itu ngelamun, soalnya terkadang suara hujan
malah buat pikiran orang itu merasa tenang walaupun berisik.” Sangkal si lelaki
itu.
“ah kamu
sejauh itu sekali, kadang ada-ada saja
yang dipikirin. Masih banyak hal pentinglah yang harus dipikirin” jawab wanita
itu.
“hehehe. . .
iya deh, saya kan Cuma mau cari suasana biar kita bisa ngobrol saja. Cari bahan
obrolan begitu maksud saya” bela lelaki itu.
Hujan memang
sangat mengasikkan bagi beberapa orang. Ketika hujan datang, mereka biasanya
membawa harum tanah yang sangat menyegarkan dan langka untuk didapat ketika
musim kemarau. Tanah gersang yang melahirkan debu-debu ketika tertiup angin
akan menghilang saat hujan datang. Selain itu hujan terkadang membawa
ketentraman dan kedamaian. Kedatangannya memunculkan imajinasi orang saat
termenung sendiri.
Akan tetapi
hujan juga dapat menimbulkan hal yang tidak mengasikkan. Mereka selalu membawa
angin dingin yang dapat menghantam wajah setiap orang yang berhadapan langsung
olehnya. Selain itu, hujan terkadang tidak datang sendiri, mereka selalu
membawa kilat cahaya yang melengkung-lengkung di langit. Serta terkadang suara
ledakan muncul setelah cahaya kilat menghilang. Hal itu lah yang dapat mendatangkan
musibah ketika seseorang sedang termenung.
Saya merasa kaget ketika petir terdengar kencang di
telingaku. Saya teringat, petir ini lah yang di takuti Rambu ketika hujan. Ia selalu memelukku ketika
petir datang mengeluarkan amarahnya melalui suara. Rambu selalu menutup matanya
dan berkata “saya takut sama petir ini, tidak
tau kenapa saya takut sekali”.
Saya melihat
keluar melalui jendela kamarku, terlihat rumah-rumah yang atapnya dibasahi oleh hujan. Saya mencari-cari dimana kedua sosok laki-laki dan
wanita yang saya lihat tadi.
Ternyata,
hujan membawa masuk dan menghampiri imajinasiku. Suaranya yang merdu serta
suasana tenang yang datang membawaku masuk ke dalam kenangan yang kulalui
bersama Rambu ketika kami masih bersama dulu. Saya mengingat masa-masa itu
karena saat ini Rambu berada jauh dari
dekapanku. Kami berpisah bukan karena kemauan, tetapi karena keegoisan naluriku.
Tuntutan itu akan kami wujudkan mungkin ketika kami memutuskan untuk lebih
menuju pada kehidupan berikutnya. Kehidupan yang akan membuat kami bahagia atau
membuat kami selalu bersama.
Saat ini,
detak jarum jam yang tadinya tidak terdengar saat ini terdengar kembali. Ku
lihat ke arahnya ternyata jarum jam terpendek sudah menunjuk ke arah angka duabelas.
Hujan tak kunjung reda, namun mungkin hujan kembali akan menghantarkanku ke
dalam dunia imajinasiku yang sebenarnya. Saya berjalan ke arah ambalku, ku
siapkan segalanya untuk kenyamananku. Lalu saya berbaring sambil memeluk guling
dan membayangkan saat ini Rambu sedang berada di dekatku.
Hujan,
terkadang...... memang saya suka hujan seperti ini. Yang membuatku selalu rindu
kepada Rambu yang sudah lama tak ku
temui.