(Malaka-Tana Bara, Hapa Riu-Ndua Riu,
Hapa Njawa-Ndua Njawa Ruhuku-Mbali, Ndima makaharu, Endi-Ambarai, Enda Ndau,
Haba Rai Njua)-Hikayat Leluhur
Tau we li’i mu...! iaaaa lalalala
aaaaaa wauuu...!
Kehidupan bersinar dari rahim
sabana, terdengar bunyi genderang, tambur dan gong yang saling besahutan, gadis
mungil berparas tuan putri lahir di bumi Marapu.
Aura indah wajah elok bersinar, terukir kuntum mawar dan mamuli di sarung kasayangannya,
dia gadis perawan suci yang cantik, bersilat duduk di pangkuan leluhur sang
Marapu, mendengar hikayat dan syahadat leluhur. Lentik jemari tangannya mengayam tikar, menyulam tenun kain dan sarung, santun tutur
katanya menyapa nama, dia lembut sebening air mengaliri batas laut dan
samudera.
Setapak jalan menuju asah,
bale-bale bambunya tertulis tinta merah siri pinang, dia menulis (dawat) nama
marapu, leluhur berbadan Roh yang adalah Tuhan atas lahir dan mati. Dia percaya
parai marapu (surga) adalah tempat kehidupan kekal di akhirat. Batu megalitik
berdiri kokoh di pelantaran umma katonga-nya, tersaji menyebar siri pinang pada
cadas dan tiang megalitik untuk menyembah sujud sang leluhur, tanda dia hidup
dari Roh leluhur, Mawulu Tau-Majii Tau
(Pencipta dan Pembuat Manusia).
Darah
putih mengaliri sendi kehidupannya, dia menyandang gelar “gadis bangsawan”, diurapi
oleh seruan Li’i marapu yang berkumandang hingga ke padang sabana, rumput
sabana tumbuh subur menghijau, ternak kuda dan kerbau mengais hidup menyambut kemolekan
kebesarannya sebagai tuan putri dari garis bangsawan. Langit guntur kilat, dan
hujanpun silih berganti berdentuman menghantam sabana, bunga-bunga bermekaran, jagung,
padi penuhi lumbung umma katonga.
Sarung tenun melingkar menutupi
badan mungilnya yang indah, tubuh indah yang siap dia persuntingkan bagi umbu dari strata bangsawan rato, umbu yang di
tuankan atas ladang sabana serta segala
ternak kuda, kerbau yang merumput di padangnya. Sarung tenun adalah simbol
ritual atas praktek sosioreligius-nya, kelak dia akan dilepas bersanding hidup sebagai
tuan putri bangsawan bagi umbu “rato”, sarung tenunnya akan menaungi dan melindungi
kehidupannya yang dia percayakan pada umbu. Kain tenun telah diurapi agar tubuh
mungilnya yang indah terhindar dari
cahaya sinar dan keangkuhan kotor yang ingin memperudak tubuhnya.
Dia gadis bangsawan yang cantik,
dia KAWINNI HUMBA titipan leluhur, raut wajahnya bersih tanpa noda bintik,
harga umma katonga-nya adalah mahar yang patut diperjuagkan sebab dia hawa
idaman dari garis sosial yang bernilai tinggi. Lihatlah tubuh cantiknya dipenuhi ornamen berkelas putri, “haikara” dipakainya
pada rambut sebagai sisir untuk
merapikan rambut hitamnya yang lurus teurai kebawah, “lamba” menghiasi keningnya
yang bersih, mungil dan mulus, “gelang gading” dia pakai menghisai tangannya
yang dingin dan lentur, “anahida” melilit dilehernya yang halus dan memerah merona, “mamuli” dia gunakan
sebagai anting, tanda bahwa rahimnya subur dan kelak sebagai tempat kehidupan
baru.
Wahai Kawinni Humba, mendekaplah
di pundak rindu
Mantap..😍😍😍😍
BalasHapus