Jumat, 03 Februari 2017

KAWINNI HUMBA



Gambar penulusuran google
(Malaka-Tana Bara, Hapa Riu-Ndua Riu, Hapa Njawa-Ndua Njawa Ruhuku-Mbali, Ndima makaharu, Endi-Ambarai, Enda Ndau, Haba Rai Njua)-Hikayat Leluhur

Tau we li’i mu...! iaaaa lalalala aaaaaa wauuu...!

Kehidupan bersinar dari rahim sabana, terdengar bunyi genderang, tambur dan gong yang saling besahutan, gadis mungil berparas tuan putri lahir di bumi Marapu. 

Aura  indah wajah elok bersinar, terukir  kuntum mawar dan mamuli di sarung kasayangannya, dia gadis perawan suci yang cantik, bersilat duduk di pangkuan leluhur sang Marapu, mendengar hikayat dan syahadat leluhur. Lentik jemari tangannya  mengayam tikar,  menyulam tenun kain dan sarung, santun tutur katanya menyapa nama, dia lembut sebening air mengaliri batas laut dan samudera. 

Setapak jalan menuju asah, bale-bale bambunya tertulis tinta merah siri pinang, dia menulis (dawat) nama marapu, leluhur berbadan Roh yang adalah Tuhan atas lahir dan mati. Dia percaya parai marapu (surga) adalah tempat kehidupan kekal di akhirat. Batu megalitik berdiri kokoh di pelantaran umma katonga-nya, tersaji menyebar siri pinang pada cadas dan tiang megalitik untuk menyembah sujud sang leluhur, tanda dia hidup dari Roh leluhur, Mawulu Tau-Majii Tau (Pencipta dan Pembuat Manusia).

Darah putih mengaliri sendi kehidupannya, dia menyandang gelar “gadis bangsawan”, diurapi oleh seruan Li’i marapu yang berkumandang hingga ke padang sabana, rumput sabana tumbuh subur menghijau, ternak kuda dan kerbau mengais hidup menyambut kemolekan kebesarannya sebagai tuan putri dari garis bangsawan. Langit guntur kilat, dan hujanpun silih berganti berdentuman menghantam sabana, bunga-bunga bermekaran, jagung, padi penuhi lumbung umma katonga.

Sarung tenun melingkar menutupi badan mungilnya yang indah, tubuh indah yang siap dia persuntingkan  bagi  umbu dari strata bangsawan rato, umbu yang di tuankan atas ladang  sabana serta segala ternak kuda, kerbau yang merumput di padangnya. Sarung tenun adalah simbol ritual atas praktek sosioreligius-nya, kelak dia akan dilepas bersanding hidup sebagai tuan putri bangsawan bagi umbu “rato”, sarung tenunnya akan menaungi dan melindungi kehidupannya yang dia percayakan pada umbu. Kain tenun telah diurapi agar tubuh mungilnya yang  indah terhindar dari cahaya sinar dan keangkuhan kotor yang ingin memperudak tubuhnya.

Dia gadis bangsawan yang cantik, dia KAWINNI HUMBA titipan leluhur, raut wajahnya bersih tanpa noda bintik, harga umma katonga-nya adalah mahar yang patut diperjuagkan sebab dia hawa idaman dari garis sosial yang bernilai tinggi. Lihatlah tubuh cantiknya  dipenuhi ornamen berkelas putri, “haikara” dipakainya  pada rambut sebagai sisir untuk merapikan rambut hitamnya yang lurus teurai kebawah, “lamba” menghiasi keningnya yang bersih, mungil dan mulus, “gelang gading” dia pakai menghisai tangannya yang dingin dan lentur, “anahida” melilit dilehernya  yang halus dan memerah merona, “mamuli” dia gunakan sebagai anting, tanda bahwa rahimnya subur dan kelak sebagai tempat kehidupan baru.

Wahai Kawinni Humba, mendekaplah di pundak rindu

1 komentar: