Sabtu, 14 Januari 2017

MARI MEMBANGUN KAMPUNG LEWAT MEDIA



 
Koleksi Pribadi, Lokasi Kampung Prai Ijing, Sumba Barat


Sebut saja, kita punya alam wisata yang indah, dan banyak, tapi belum sepenuhnya teroptimalisasi untuk kesejahteraan masyarakat, meskipun masih terus digalakkan perkembangannya oleh pemerintah.

Di samping itu ada lagi sektor pertanian, peternakan, kelautan, perikanan, perdagangan, budaya, sastra, kreatifitas pemuda dan masyarakat serta hal lainnya yang bisa disaksikan potensinya, tapi ternyata belum teroptimalisasikan.

Apa buktinya? Banyak perantau yang memilih menetap di tanah perantauan karena pesimis terhadap potensi yang ada, dan sulit menyentuh langsung kampung halaman ini. Kontribusinya ada, tapi pengembangan kehidupan masyarakat tak bisa hanya dengan materi saja, butuh sentuhan komunikatif dari orang-orang yang memiliki kapabilitas.

Lalu, bagaimana cara mengoptimalisasikannya? Salah satu upaya ialah media. Media mampu memengaruhi budaya, atau tatanan kehidupan sosial masyarakat. Dalam Teori Norma Budaya, Malvin DeFleur berpendapat bahwa media massa melalui program tertentu dapat menguatkan budaya atau menguatkan budaya baru dengan cara tertentu. Penekanan media pada siarannya akan memengaruhi masyarakat bertindak sebagaimana yang ditampilkan oleh media terseut.

Selama ini, perihal budaya kehidupan masyarakat condong ditampilkan pada fenomena yang sensasional. Interpretasi terhadap nilai-nilai berita yang dianggap sebagai esensi konten media cenderung pada hal yang mengundang reaksi ocehan belaka. Akibat yang muncul, masyarakat berkomentar tanpa tahu harus berbuat apa yang lebih baik. Biasanya terjadi pada kemunculan berita politik, kriminal, dan krisis ekonomi.

Di sanalah sebaiknya perlu diperhatikan, bahwa masyarakat butuh media yang menyoroti bagaimana printilan teknis yang berkaitan dengan kehidupan mereka, sebagai sarana informatif dan edukatif. Jika hal terebut terpenuhi, masyarakat akan dapat mengikuti hal positif yang disebarkan oleh awak media.

Dan, di sana pulalah kekurangan Sumba, media massa masih terkesan lesu. Sorotan hanya cenderung pada kasus dan kebijakan pemerintahan, di samping itu hanya ada hiburan-hiburan dan secuil kajian tentang hal edukatif yang berkaitan dengan masyarakat.

Maka dari itu, perlu adanya media massa yang menyoroti perkembangan masyarakat, sekecil apapun progress hidup yang mereka lalui, dan edukasi apa yang dapat diberikan agar mereka tumbuh dengan pemanfaatan potensi kampung yang ada.

Minggu, 08 Januari 2017

PLN : KAMI ADALAH SAHABAT MU, BERSAHABATLAH DENGAN KAMI!!!



Koleksi Pribadi, Ilustrasi

Entahlah sejak kapan persisnya PLN masuk ke tanah Sumba kami kurang tahu, atau mungkin ada yang tahu. Listrik adalah kebutuhan masyarakat, penerangan saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat Sumba. Di beberapa desa masyarakat sudah mendapatkan listrik tenaga surya untuk penerangan di malam hari. Namun daya listrik hanya cukup untuk penerangan dan tidak bisa digunakan untuk peralatan yang membutuhkan arus listrik. "Listrik sangat dibutuhkan oleh masyarakat Sumba, karena kebutuhan masyarakat bukan lagi cukup untuk makan dan tidur. Tapi lebih dari itu untuk meningkatkan pembangunan manusia di kabupaten Sumba Barat Daya. Pembangunan pemerintah diharapkan tidak hanya terfokus pada pembangunan jalan raya dan dermaga saja. Tapi juga pembangunan listrik dan penerangan bagi masyarakat. Ketersediaan daya listrik bagi masyarakat dapat memberdayakan masyarakat untuk mengolah hasil kebun yang lebih bernilai.
Jika merujuk pada Data Profil Unit / PT PLN (persero), kita akan memperoleh data-data sbb :
  1. Pada tanggal 27 Oktober 1945, secara resmi terbentuklah PT. PLN (Persero) yang ditugasi mengelola sektor ketenagalistrikan di seluruh Wilayah Indonesia. Dalam menjalankan usahanya, PT. PLN (Persero) ditopang oleh beberapa unit bisnis yang salah satu diantaranya adalah PLN Wilayah XI dengan Wilayah Kerja meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
  2.  Seiring dengan lahirnya kebijakan Pemerintah tentang otonomi daerah dan restrukturisasi sektor ketenagalistrikan pada tahun 1998, maka PT. PLN (Persero) melakukan restrukturisasi organisasi dalam bentuk pembentukan wilayah / unit bisnis baru.
  3.  Langkah-langkah persiapan pemekaran pun mulai dilakukan, tepatnya pada tanggal 20 Februari 2001 terbitlah Surat Keputusan Direksi nomor 032.K/010/Dir/2001 yang menetapkan terbentuknya PT. PLN (Persero) Wilayah Usaha Nusa Tenggara Timur.
  4.  Pada tanggal 16 April 2004, Ranting Waingapu dan Ranting Waikabubak yang sebelumnya menjadi bagian dari unit PLN Cabang Kupang secara resmi berdiri sebagai PT. PLN (Persero) Cabang Sumba melalui Keputuan Direksi PT. PLN (Persero) No. 047.K.01/DIR/2004.
Dari data di atas, jika mengacu pada skala nasional  PT PLN seumuran dengan  Negara kita tercinta ini, hanya selisih bulan saja. Pada keadaan Januari 2017 sekarang PT PLN berumur 71 tahun, ini menunjukkan PT PLN terbilang mapan baik dalam manajemen dan sistem yang diterapkan.
Ya, pelayanan publik bukan hanya sebatas ketika hendak mengurus e-KTP ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Atau antri saat menerima pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan Puskeswmas.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik ini ada yang dilaksanakan oleh organisasi privat maupun publik.
Saya hendak mengangkat mengenai pemenuhan kebutuhan listrik bagi masyarakat Sumba sebagai bagian dari pelayanan publik. Rasanya hal ini adalah salah satu yang krusial dan memegang peranan penting bagi hajat hidup orang banyak. Jika ditinjau dari definisi pelayanan publik menurut undang-undang, maka pemenuhan kebutuhan listrik termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan penduduk dan warga negara atas jasa. Pemadaman listrik secara bergilir seringkali dijadikan solusi bagi permasalahan kurangnya pasokan listrik, penambahan peralatan jaringan, dan pemeliharaan preventif jaringan. Sampai kapan? Apa betul inilah satu-satunya solusi? Bukankah pemadaman listrik PLN itu sendiri merupakan satu persoalan yang harus dicari pemecahannya segera?
Yang menjadi masalah utama adalah posisi tawar masyarakat yang amat lemah apabila dibandingkan dengan “yang maha kuasa” Perusahaan Listrik Nasional alias PLN.
Sesungguhnya monopoli menjadikan PLN justru terkesan manja dengan meminta pengertian dan kemakluman dari masyarakat agar menerima pemadaman listrik PLN yang tidak diketahui kapan berakhirnya. Bukannya membenahi manajemennya yang kacau, PLN malah mencari berbagai alasan untuk lari dari tanggung jawabnya.
Melihat kondisinya, mungkin juga PLN ini menjadi sarang korupsi. Yah, siapa yang tahu. Manajemen yang buruk bisa menjadi pupuk yang baik untuk menumbuhkan budaya korupsi. Belum lama ini saja ada sembilan petinggi PLN yang ditangkap karena korupsi. 
Kita tahu bahwa PT PLN (Persero) kini punya slogan baru yaitu Bekerja Bekerja Bekerja. Slogan ini pengganti dari slogan sebelumnya Electricity For A Better Life (Listrik untuk kehidupan yang lebih baik). Sepertinya kebalikan dengan apa yang sedang terjadi di Sumba Khususnya Kabupaten Sumba Barat Daya, akhir-akhir ini masyarakat merasa tidak nyaman dengan pemadaman listrik secara berulang-ulang kali. Kejadianseperti ini  pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya ada pemadaman juga, tetapi itu dilakukan secara bergilir sekalipun tanpa pemberitahuan sebelumnya, tetapi masyarakat bisa  memahami karena teraturnya waktu pemadaman. Tetapi yang terjadi sekarang justru sangat menyesahkan masyarakat, pemadaman dilakukan kapan saja bahkan sehari bisa mencapai 4 kali pemadaman. Coba bayangkan apakah kejadian ini tidak menggangu aktifitas masyarakat? Apakah tidak merusak barang-barang elektronik masyarakat? Apakah tidak mengganggu kegiatan belajar anak-anak? Apakah tidak mengurangi aktifitas pelayanan umum seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas dll? Apakah tidak berdampak pada bisnis masyarakat? Jelas semuanya akan sangat mengganggu bahkan berdampak buruk bagi masyarakat.
Kami sangat mengharapkan bagian Humas atau bagian apa yang menangani masalah publik di PT PLN untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat,  memberikan imbauan kepada masyarakat, memberikan informasi kepada masrayakat terkait pemadaman ini. Masyarakat dengan senang hati akan menerima dan memahami keadaan ini, atau kendala-kendala yang dialami PT PLN berkaitan dengan pemadaman. Masyarakat akhirnya mudah mulai menilai, menerka-nerka bahkan mengamuk karena tidak menerima keadaan seperti ini. Jelas kami sebagai masyarakat tentu tidak akan terima, merasa dirugikan dengan kejadian ini.
Berkenaan dengan slogan PT PLN di atas bekerja bekerja bekerja, kami harapkan untuk sungguh-sungguh mengimplementasi kapada masyarakat jangan melakukan sebaliknya padam padam padam. Kami sebagai masyarakat di kabupaten ini sungguh sangat tertanggu, kalau boleh saya katakan ini sudah kelewat wajarnya.
Banyak cara  memberikan informasi kepada masyarakat terkait masalah ini, jaman sudah sangat canggih, canggih seperti meteran listrik sekarang tinggal beli pulsa pencet pencet nomor listrik menyalah. Manfaatkan media-media yang ada dan sampaikan informasi kepada masyarakat, bisa melalui Fecebook atau membuat group layanan umum khusus PLN jika ingin menghidari komentar dari masyarakat. Tidak ada salahnya kami sebagai masyarakat mengetahui kendala-kendala terkait pamadaman agar  masyarakat tidak berasumsi macam-macam. Masyarakat sumba adalah masyarakat yang mengerti, masyarakat yang bisa menerima keadaan ini dengan solusi-solusi yang tepat, jadi untuk PT PLN BERSABATLAH DENGAN KAMI!!!

Jumat, 06 Januari 2017

ORANG PALLA : BUKTI SEMANGAT KERJA KERAS DARI TANAH BEBATUAN



Segala sesuatu indah di mata Tuhan, dibutuhkan pengorbanan untuk melengkapi karya karya agung


Ada pandangan hidup dan filosofi bagi setiap daerah, filosofi dapat menjadi bagian atau pegangan hidup masing-masing orang, bisa juga dalam sebuah kelompok atau pun dalam masyarakat di suatu daerah yang lebih luas. Kadang saya berpikir tentang makna dan arti keberadaan masing-masing pribadi manakala keadaan yang menyertai setiap pribadi bukanlah akibat dari keberadaan itu sendiri, artinya setiap kita diterpa oleh suatu keadaan yang membentuk keadaan kita agar berdampak bagi orang lain membentuk pola pertahanan yang sama menjadikan keadaan itu milik bersama. Dalam setiap perjumpaan ataupun kunjungan kekeluargaan, terpotret dalam benak saya bayang-bayang masa silam tentang orang palla ketika berjuang memperthankan hidup. Tidak ada literatur yang bisa dijadikan dasar untuk menyelediki, untuk belajar dan mengetahui banyak hal tentang palla. Sepintas saya takjub dan terpesona dengan keadaan alamnya yang menantang, tanjakan bebatuan extrim, pohon-pohon besar yang rimbun. Di satu sisi saya prihatin dan merasa berat ketika menyaksikan mereka berusaha mempertahankan hidup dengan keadaan alam seperti itu.


Banyak dari kita sudah tahu bahkan sudah pernah ke palla, palla adalah wilayah administrasi kecamatan Wewewa Utara, salah satu kecamatan tertua dari di Kabupaten Sumba Barat Daya, artinya sebelum pemekaran tahun 2007 kecematan ini sudah ada. Kecamatan Wewewa Utara kini memiliki 12 desa yaitu : DESA PUU POTTO, DESA WEE PABOBA, DESA WEE NAMBA, DESA MATA LOKO, DESA WANNO TALA, DESA MALI MADA, Mawo Maliti, Reda Wano, Pandua Tana, Djela Manu, Bodo Ponda, Odi Paurata (Cat. Huruf kapital adalah desa induk, Huruf kecil adalah desa hasil pemekaran tahun 2015). Palla salah satu wilayah yang unik, mengapa saya katakan demikian karena hampir semua wilayah di kecamatan ini jarang ditemui tempat datar, rata-rata wilayahnya berbukit dan bebatuan, “Bagai kerakap tumbuh di atas batu, mati segan hidup tak mau”. Di samping letak geografisnya yang berat tidak menyulutkan niat masyarakat untuk bekerja dan mempertahankan hidup. Hal yang tidak pernah saya bayangkan daerah ini mampu menghasilkan hasil bumi yang bagus dan berkualitas bahkan mampu megantar anak-anak mereka sekolah setinggi-tingginya. Hal demikian, tidak membuat warga berputus asa, mereka menanam tanaman tahunan yang diharapkan akan mampu menopang kehidupan mereka nantinya, pilihan mereka tentu saja komoditi kopi yang memang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran tinggi. Masalahnya, untuk menanam kopi perlu membuat lubang tanam terlebih dahulu, sementara untuk membuat lubang tanam di lahan berbatu itu bukanlah hal yang mudah. Kalau hanya mengandalkan cangkul, tidak mungkin membuat lubang tanam di lahan berbatu itu, akhirnya warga mulai “mengakali”nya dengan membuat lubang tanam sekedarnya menggunakan linggis, karena untuk menyingkirkan dan memindahkan batu-batu yang jumlahnya sangat banyak itu, sangat mustahil. Ternyata kondisi alam yang keras, sekeras bebatuan yang menutupi daerah  itu meski diawalnya menjadi kendala dan tantangan berat tapi lama kelamaan justru membawa berkah bagi para masyarakat, bahkan sekarang sudah banyak warga lokal dari berbagai daerah  yang memilih untuk berusaha tani di daerah ini. Tuhan telah menciptakan akal kepada semua manusia, hal inilah yang benar-benar disadari oleh Palla, dengan akal pikiran, mereka mampu “menaklukkan” kerasnya bebatuan dan mengubahnya menjadi lahan bertanam  yang subur dan menjanjikan. Siapa sangka, hamparan bebatuan yang terlihat kering dan gersang itu ternyata mampu berubah menjadi lahan perkebunan yang subur dan menghasilkan tanaman berkualitas, tentu semua itu tidak terjadi dengan tiba-tiba, perlu kesabaran dan kerja keras untuk mewujudkan itu semua, dan itu sudah dibuktikan oleh masyarakat Palla, mereka mampu “bertanam di atas batu”, sesuatu yang sepertinya mustahil, tapi dapat dilihat dan dibuktikan keberadaannya.

Besarnya manfaat tanah bagi kehidupan manusia itu, membuat manusia berlomba-lomba mendapatkan tanah sebagai sumber kehidupannya. Sejak dahulu, secara turun-temurun, manusia mewariskan tanah dengan luas tertentu kepada anak keturunan mereka. Tanah itu bisa berupa lahan pertanian, perkebunan, hutan, maupun lahan yang di atasnya berdiri rumah keluarga.Meski tanah banyak memberi manfaat bagi manusia, namun tidak sedikit gara-gara tanah orang saling bunuh membunuh. Sedikit saja batas tanah yang disengketakan diganggu,parang dan atau tombak bicara. Berbagai kasus sengketa tanah di pengadilan juga terbilang tinggi. Berita-berita terkait kasus itupun nyaris setiap waktu menghiasi media cetak dan elektronik.


Sebagai orang palla, secara pribadi saya merasa bangga dan banyak berterima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan leluhur-leluhur terdahulu. Banyak orang palla yang terbilang sukses dan berkarir disegala tempat. Ini semua bagian dari usaha dan perjuangan yang tidak pernah mengenal lelah. Tidak berlebihan juga bila saya katakan bahwa palla salah satu daerah yang sudah menyumbangkan salah satu putera terbaiknya memimpin daerah ini sebagai wakil bupati, ini salah satu prestasi yang besar, disamping itu palla juga telah menghasilkan putera-puteranya duduk sebagai anggota dewan perwakilan rakyat baik di propinsi dan kabupaten. Semua adalah usaha dan kerja keras masyarakat, bahwa semua tidak ada yang kebetulan.

Kamis, 05 Januari 2017

Akal Dan Pikiran Manusia Adalah Bagian Dari Budaya

Koleksi Pribadi, Lokasi Kampung adat Desa Totok
            Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (sansekerta) atau “mens” (latin) yang berarti berpikir, berakal budi. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dari dua definisi manusia tersebut dapat diketahui bahwa manusia adalah suatu kelompok (tidak dapat hidup sendiri) atau individu yang berpikir, berakal budi. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibanding dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Tingginya derajat manusia dibandingkan dengan makhluk lain ini ditunjukkan dengan adanya akal dan pikiran pada manusia. Sebagaimana makhluk hidup, tumbuhan juga tumbuh dan berkembang, namun ia tidak dapat berpindah, mempunyai emosi, atau berinteraksi langsung dengan pihak lain yang memberikan suatu aksi atau tindakan pada diri sendiri. Misalnya tumbuh-tumbuhan tidak dapat berjalan atau berlari, marah ketika ditebang, tertawa ketika disiram atau diberi pupuk, merespon ketika diajak berinteraksi dan berkomunikasi. Demikian pula dengan binatang, walaupun ia dapat berpindah-pindah tempat, mempunyai emosi dan dapat berinteraksi maupun berkomunikasi, namun apa yang dilakukannya hanya dalam lingkup dan proses belajar yang terbatas, serta lebih karena adanya dorongan naluri saja. Sedangkan manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi karena selain mempunyai ciri-ciri sebagai makhluk hidup seperti di atas, manusia juga mempunyai akal dan pikiran yang dapat memperhitungkan tindakan-tindakannya melalui proses belajar yang terus menerus.
            Akal dan pikiran yang dimiliki manusia adalah bagian dari budaya. Dengan akal dan pikirannya manusia dengan kegiatan akal dan pikirannya dapat mengubah dan menciptakan realitas melalui simbol-simbol atau sistem perlambangan. Contoh dari sistem perlambangan adalah bahasa yang melambangkan sesuatu berdasarkan sistem pola hubungan antara benda, tindakan, dan sebagainya dengan apa yang dilambangkan. Bahasa tidak hanya yang verbal tapi juga berupa tulisan, lukisan, tanda atau isyarat. Karena kegiatan berpikir manusia ini budaya tercipta. Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku. Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
            Dari uraian di atas telah jelas bahwa manusia adalah makhluk yang derajatnya paling atas bila dibandingkan dengan yang lain, karena manusia mempunyai akal dan pikiran. Perilaku manusia sebagai makhluk budaya merupakan gabungan dari adanya unsur fisik/ raga, mental/ kepribadian. Sehingga yang berkembang dalam diri manusia tidak hanya raganya namun juga emosional dan intelektualnya. Dengan demikian manusia sebagai makhluk budaya hendaknya dapat memanfaatkan/ mendayagunakan sumber daya alam dengan sebaik mungkin, dengan sebijaksana mungkin sehingga tercipta masyarakat atau peradaban yang damai dan ideal.