Malam yang
pekat diguyon semilir udara dingin
Dari balik
jendela kamar tua
Aku menengok
jauh langit berbintang
Jutaan bintang
berkelip bagai metropolitan
Terang menawan
mengusir kesunyian malam
Sedikit
tanya dalam hati tentang risau
Tentang kabarmu
yang putus
Sedang apa kamu
di pulau sana malam ini?
Hatiku gelisah
menunggu candamu yang hilang
Penuh tanya
yang sulit kupecahkan
Malam ini dan
malam sebelumnya selalu sepi
Aku terjaga
pada kedua ponsel genggamku
Menghitung jam
demi jam berlalu
Pesanku belum
juga dibaca
Hatiku benar-benar
kalut
Pikiran menerawang
hampa
Sesekali aku
melirik
Ponselku belum
juga berdering
Jam dinding
menunjukkan pukul 22:42 malam
Perasaanku semakin
guyar tak menentu
Apa yang
terjadi dengan dirimu?
Kamu tak
ingin aku mengetahui perasaanmu?
Ataukah kamu
sengaja membiarkanku tidur tak nyenyak?
Aku putuskan
menunggu kabarmu hingga mentari
Segera kubuat
kopi paling pahit
Agar aku senantisa
terjaga sepanjang malam
Di atas meja
kerjaku berada subuah laptop tua
Mungkin ini cara
terbaik terbesit
Melupakan kegalauan
sementara waktu
Kutulis gelisah
ini dalam sajak kekuatiran
Dan berharap
sauatu saat nanti tanpa terduga
Kamu dapat
membacanya sambil tersipu senyum
Seduhan kopi
pahit kuteguk perlahan
Kurasakan hangat
mengalir dalam tubuh
Luas cakrawala
pikir menuntun otak
Merangkai kata-kata
sebaris kalimat nikmat
Jemariku menari
lincah di atas tuts laptop
Gelisahku seakan
terhapus oleh sajak-sajak tercipta
Oh malam
penat semakin nyaman terlupakan
Sentuhan sajak-sajak
mengobati pilur lara
Perlahan hilang
oleh baris demi baris puisi
Terhanyut bagai
dihipnotis luapan magic sastra
Bernyanyi merdu
dalam hati kedamaian
Gelas kopiku
tak kunjung habis
Kukecup senikmat
mungkin...
Kring bunyi
ponsel berdering
Aku menoleh
sebentar
Namun hatiku
tetap menikmat sajak
Kubiarkan sesaat
temani damaiku
Aku tahu
kamu satu-satunya pemilik nada itu
Lambang hijau
kugeser tanda menerima
Suara indah
menyapaku dengan halus
Selamat malam
sayangku....
Malam ini
dari balik jendela kamar
Aku menyaksikan
kesakralan sajak-sajak
Menyentuh hatimu
dengan santun
Sambil berbisik
hubungi kabarnya malam ini
Kini aku
sadar dan yakin
Puisi adalah
bahasa jiwa tak terucap
Teduh membesarkan
jiwa yang rapuh
Sebab kamu
yang jauh di seberang sana
Merasakan nikmat
aura sajak-sajak ini
Aku mencintamu
dalam setiap puisiku
Tambolaka,
29 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar