Hunian sakral berhembus sepoi, parai marapu membuka takdir
Puing rapuh terhempas badai, binatang darat hilir lenyap terkapar
Balita marapu mengemis gizi, ubi jalar kehilangan hujan.....mata air
tersisa lubang menganga
Mesbah takbir bergeming sujud, roh leluhur pergi jauh malampoui batas
Musnah tak terurapi.........sarapan pagi, bekal perut sepanjang hari
Tuan leluhur megetuk pintu, mengibas tikar bekas sayatan, jerami padi penuh
beserakan
Alang-alang bocor pertanda lapuk, mangkok kelapa tergeletak miring di
sudut tiang
Periuk tanah nyaring kosong tak terisi, umbi-umbi dapur.....garam laut
tak kelihatan
Rumah kosong tak bertuan, isak tangis nyaris terdengar lantas hilang
membisu
Bale-bale bambu retak menyisahkan koyak, guratan rayap membekas rapi
bak garis sepasang mistar
Goresan tangis membendung takdir, kehidupan leluhur menulis piluh
Semesta sedih menyeka larah, puing-puing belulang mengotori kintal
Guratan jaman kehilangan arah, persada sabana di tangan penjilat
Tembok sejarah terbentang batas, membatasi silam dan akan datang
Menulis awal dari lampau, membuka “yang akan” menyongsong lembaran
baru tanah marapu
Fajar silam tak mengubah fajar kini, selalu sama sepanjang masa
Peradaban menyisahkan makna lampau, tangisan marapu tidak berbuah
senyum
Bermimpi manis meninggalkan angan silam, leluhur marapu bercerita
utang turunan
Kehidupan terbenam menyongsong terbit, selalu buruk tertidur lelap
membekas mimpi
Omong kosong petuah takdir tanpa makna dan rasa berserah jika ingin memulai
Jendela Marapu.....lorong kehidupan tentang lampau dan kini
Tak mengubah terbit pun terbenam
Menulis sejarah, selalu ikhlas dan senantiasa bijak
Kendati cakrawala berganti tuan, lantas alam berubah bentuk, marapu
telah menulis
“ceritakan pada keturunan tentang tuanmu, tuanmu tidak akan pernah
meninggalkan hambanya”
Dari Jendela Marapu suara itu mengubah segala-galanya.
Jendela Marapu....Lorong Waktu sepanjang Masa.
Waikabubak, 26 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar