Sadarlah
hidup itu serapuh kertas buram
Dikoyak remuk
membekas goresan
Tertuang sepasang
tinta hitam biru ibarat pilihan
Maju
melangkah atau mundur ke belakang
Bagai seekor
kuda malang pada belantara kehidupan
Terlukis
sketsa wajah dunia bak alam tak berwujud
Siang
menjelang malam di bawah atap langit
Menuntaskan
pilihan takdir merunduk atau menengadah
Merunduk bagaikan
kesiagaan langkah semakin maju
Maka biru
samudera kehidupan menuntun langkah tetap yakin
Menengadah
bagaikan goyah langkah semakin mundur
Maka hitam pekat
kehidupan fana menyimpan duka selamanya
Tidak
tentang biru adalah tinta kehidupan
Tidak pula
tentang hitam adalah tinta kefanaan
Jika hitam
kau berani mengambil hikmah dan syukur
Maka biru
samudera itu tetap nampak di angkasa malam
Layaknya kuda
malang sesekali menengadah tanda syukur pada semesta
Terhimpit
karang dan gersang badai kehidupan pun tak akan pernah mematikan
Senantiasa merunduk
menjejaki hidup tanpa takut
Karena takdir
bukanlah malapetaka kehidupan yang naif
Sebab
perjuangan tak ubahnya dengan takdir sejalan beriringan
Tengoklah
kuda malang itu di hamparan samudera
Sendiri maju
menuntaskan perkara hidup
Ada hitam
biru menderu dalam kehampaan
Namun ia
sanantisa merunduk dengan kerendahan hatinya
Bila itu hitam
maka bersyukurlah bahwa akan ada hikmah
Karena biru
pun tetaplah perjuangan dan bukanlah akhir dari peziarahan
Tambolaka,
26 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar