Getar suara takdir
mencekam, meruak-ruak ruang marapu
Detak jantung melambat,
menikam pedih bayi leluhur
Denyut nadi melemah,
membelenggu mahkota rahim
Isak tangis anak
marapu, menyumbat napas kehidupan
Sebongkah luka nanah
membusuk di sekujur tubuh
Bilur-bilur perih,
penyakit dan lapar terbungkus rapi terbawa tidur
Tergeletak mangkok
tempurung di atas bale-bale bambu
Mangkok warisan
leluhur tempat susu ibu diperah
Anak marapu merayu
hidup di bawah terik matahari
Mengukir kisah
pahit di setiap sudut kebun warisan
Menebar senyum lugu
menutupi aib kedengkian jaman
Meninggalkan jejak
langkah telapak kosong di atas kerikil tajam
Menyibak nyamuk dengan
tangan berlumur lumpur
Membekas kotor
pada wajah penuh kepolosan
Perut kosong mengemis
makanan, tak kuasa berteman lapar
Periuk tanah dan
panci dapur enggan tersisi makanan
Tetesan keringat basahi
tubuh wanita tua
Lesu berjalan
menjunjung sayur hasil kebun leluhur
Bongkok tubuhnya
memikul berat dan beban kehidupan
Menyimpan panen di
atas bale-bale bambu
Duduk menghampiri si
buah hati di sudut tiang rumah
Menyeka ingus
meleleh, dari rongga hidung sang anak
Merangkul erat
anak marapu, memeluk kehampaan takdir kehidupan
Getar seluruh
tubuh wanita tua, mersakan piluh buah tubuhnya
Hari-hari berlalu
tanpa damai dan goresan bahagia
Duka batin
merasuki sendi kehidupan anak marapu
Puing-puing derita
bersatu erat marajut isak tangis
Kelaparan dan
penyakit jalan beriringan menuju gizi buruk
Tangisan anak
marapu habis lenyap terbawa angin tanpa solusi
Raja kedengkian
memberi batas pada ruang gerak anak leluhur
Terpenjara di
tanah moyang, kenyang sampah oleh mesin kebejatan
Nasib anak marapu
menjadi babu di tanah marapu
Duhai duri penyuntik
modal, adakah engkau memiliki hati?
Jeritan babumu
sakit tertusuk duri, tanah leluhur tinggal sejengkal
Wahai kau waham
kebesaran, apakah pikiranmu dikuasi rupiah?
Sehingga asasi anak
leluhur kau perjual belikan, demi dalil kemanusiaan?
Sungguh busuk
hatimu lebih busuk dari luka nanah anak marapu
Cukuplah kelicikan
itu membodohi anak marapu
Mereka manusia
biasa layaknya engkau menangis sebagai
manusia
Karena tangisan
anak marapu adalah hadiah istimewa yang kau persembahkan di akhirat kelak.
Tambolaka, 04
Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar